Bangkit dari Mesir untuk Indonesia

  • Kamis, 5 Maret 2020
  • 788 views
Bangkit dari Mesir untuk Indonesia prof. dr. syihabuddin qalyubi, lc., m.ag

IKANUMESIR.ID — KOTA Cirebon menjadi kota bersejarah, karena pada tanggal 7-8 Maret diselenggarakan Rapat Kerja dan Silaturrahmi Ikatan Keluarga NU (IKANU) Mesir yang pertaama. Kegiatan ini dihadiri sekitar 200 peserta perwakilan IKANU seluruh Indonesia.

IKANU tidak bisa lepas dari sejarah KMNU (Keluarga Mahasiswa NU) yang pada tahun 1960 dirintis pendiriannya oleh Najib Wahab (Pengasuh PP Bahrul Ulum tahun 1977-1987) dan beberapa lokal staf KBRI Mesir.

Pada awal didirikan KMNU bertujuan menggalang kegiatan studi dan membantu kesulitan mahasiswa yang berlatar belakang pesantren.

Pada era pertama ini banyak melahirkan tokoh-tokoh besar, antara lain: Gus Dur (Abdurrahman Wahid, presiden RI ke-4) dan Gus Mus (Mustofa Bisri,pengasuh pondok pesantren dan budayawan).

Pada era tahun 70-80-an, mulai ada geliat akademik berupa kegiatan diskusi dan perintitsan media, terutama sesudah diterbitkannya jurnal Gema Aswaja yang dikelola oleh Prof. Dr. Syihabuddin Qalyubi Lc., M.Ag. sebagai Pemimpinn Redaksi, Husein Muhammad sebagai sekretaris redaksi dan beberapa staf redaksi antara lain: Syakirin Ghozali, Maidir Harun, Jazuli Noor, dan Ida Faizah Ali.

Penulis artikelnya antara lain: Muhammad Awad Joban, pemuda asal Purwakarta (sekarang da’i di Seattle Washington State Amerika Serikat), Khuzaimah T. Yanggo (sekarang Guru Besar IIQ Jaakarta) Ahmad Dja’far Bushiri, pria kelahiran Bangkalan, waktu itu koresponden andalan Gatra untuk liputan kawasan Timur Tengah dan Afrika yang meninggal dunia di Saudi Arabia.

Yang melatarbelakangi kebangkitan dan munculnya grup-grup diskusi dan pembuatan jurnal waktu itu, antara lain ada motivasi dari Gus Dur.

Beliau pernah meminta KMNU agar membahas berbagai pemikiran yang berkembang kala itu dengan perspektif Ahlussunnah wal jamaah.

Antara lain bagaimana liberalisme, kapitalisme, sosialisme menurut perspektif Aswaja. Hasil diskusi itu dimuat dalam *Gema Aswaja

Gema Aswaja, singkatan Gerakan Mahasiswa Ahlussunnah wal Jamaah, tidak berlangsung lama karena Pemimpin Redaksinya berulangkali dipanggil Badan Intelejen Departemen Dalam Negeri Mesir untuk diinterogasi.

Yang jadi masalahnya, jurnal yang berupa stensilan itu tidak memiliki izin baik dari KBRI maupun pemerintah Mesir.

Di samping itu pada cover jurnal itu tertulis Nahdlatul Ulama yang berarti kebangkitan ulama diduga sebagai organisasi ekstrim yang tidak loyal kepada pemerintahan yang sah.

Di era 90-an sesuai dengan derap kemajuan teknologi informasi KMNU membuat mailing-list yang kemudian dinamai kmnu2000@egroups.com sebagai sebuah proses pendidikan, penyebaran dan tukar-menukar ide dan informasi.

Kreativitas ini dimotori Bukhori, Mukhlason, Abdurrohim, dan Arif Hidayat (ahli komputer) dan yang lainnya.

Menjelang tahun 2000, orang Indonesia yang datang ke Mesir tidak terbatas mahasiswa saja, tetapi juga pengusaha, TKI dan lain-lain, sehingga merupakan suatu keharusan KMNU merubah nomenklaturnya.

Apalagi kegiatannya semakin semarak. Ada diskusi dwi mingguan, loka karya, seminar, sarasehan dan penerbitan. Majalah dwi bulanan ‘ Nuansa ‘ (NU harapan bangsa) merupakan media cetak yang beredar di hampir seluruh warga masyarakat Indonesia di Mesir.

Dalam hal memberikan Informasi tanah air KMNU menerbitkan ‘Info Net’ yang terbit setiap hari Sabtu. Info Net memuat berita-berita segar di koran-koran, majalah-majalah yang beredar luas di tanah air, yang diakses dari internet.

Atas dasar kondisi obyektif di atas, para pengurus dari periode ke periode berusaha agar KMNU “diakui” oleh induknya di Indonesia.

Sebagai bagian dari usaha ke arah itu, unek-unek diatas disampaikan kepada setiap person PBNU yang kebetulan berkunjung ke Mesir, misalnya KH. Ma’ruf Amin, KH. A. Wahid Zaini, KH. Imron Hamzah, dan H.Rozy Munir, SE. MSc.

Pada Muktamar di Kediri diajukan rekomendasi pembentukan Pengurus Cabang Istimewa NU di luar negeri.

Gayung bersambut, usulan itu disetujui peserta muktamar. Hingga akhirnya, PCI-NU Mesir diresmikan oleh KH Musthofa Bisri (salah seorang Rais Syuriah PBNU) pada tanggal 20 Januari 2000.

Alhasil, NU di Mesir pun bisa disebut sebagai salah satu dari 12 cabang istimewa NU yang berada di luar negeri. Pada PCINU Mesir yang pertama Mustafid Dahlan terpilih sebagai Rais Syuriah dan Ahmad Nadzif sebagai Ketua Tanfidziyah.

Perubahan nama dan status dari KMNU menjadi PCI-NU ternyata membuat pengurus harus merombak semua tatanan organisasi, administrsi dan aksi. Pasca perubahan status dan nama itu, PCI-NU Mesir juga harus merancang program kegiatan secara matang.

Setiap kegiatan juga diupayakan ada dokumentasi yang rapi, minimal sebagai pengalaman berharga yang bisa diwariskan pada generasi berikutnya untuk melangkah ke arah yang lebih baik.

Karena pengurus dan kader mayoritas berlatarbelakang mahasiswa dengan berbagai jenjang dan tingkatan, kegiatan yang bersifat pengembangan intelektual lebih terlihat dominan di PCI-NU Mesir.

Diskusi keislaman dan berbagai masalah dunia dijadwal secara rapi. Ada beberapa tokoh seperti Prof Dr KH Said Aqil Siradj dan KH Masdar Farid Mas’udi pernah mengisi diskusi di PCI-NU Mesir secara bergantian berdatangan.

Beberapa tahun lalu para tokoh KMNU/PCI-NU Mesir yang berada di Indonesia mengadakan beberapa kali pertemuan.

Dalam pertemuan itu dirasakan perlu adanya suatu wadah alumni KMNU/PCINU yang secara bersama bisa memikirkan dan membantu warga Nahdliyyin dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Wadah itu bernama IKANU (Ikatan Keluarga Alumni NU) Mesir. Organisasi ini untuk kali pertama diketuai KH.Faiz Syukron Makmun.

Pada tanggal 7-8 Maret 2020 IKANU berhasil mengadakan RAKER dan Silaturrahmi Nasional yang pertama di hotel Luxton Cirebon. Dalam RAKER ini IKANU launching Yayasan Menara IKANU Azhary.

Yayasan ini diketuai DR.Muhammad Anis Mashduqi dan dilengkapi pengurus yayasan lainnya.

Disamping itu telah dideklarasikan pula Manifesto IKANU Mesir yang berisi antara lain: IKANU, sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, berkomitmen untuk turut serta menciptakan Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika, sejahtera, aman, dan damai melalui misi mengembangkan ajaran Islam yang moderat dan toleran sesuai dengan paham keagamaan yang dikembangkan oleh Al-Azhar dan Nahdlatul Ulama.

Semoga IKANU bisa merealisir program kerjanya dan bisa mengabdi untuk Negeri. Amin